ASUHAN
KEPERAWATAN PADA TUAN C DENGAN MASALAH GANGGUAN SISTEM NEUROBEHAVIOUR ;
PARKINSON DIRUANG SAFA RSI SITI KHADIJAH PALEMBANG
Dosen
Pembimbing : Ns. Lukman S.Kep,. M.M,. M.Kep
Di
Susun Oleh Kelompok II :
1. Ayu
wandira : A21309007
2.
Fitriani : A21309014
3. Hidayatul
Fitri : A21309015
4. Imam
Prayogi : A21309016
5. Meli
Ayu Lestari : A21309020
6. Memo
Lukito : A21309020
7. Ona Sonia : A21309023
8. Sri Handayani : A21309031
9.
Teria
: A21309033
10. Tri Intan Sp : A21309034
11. Vera Purwasi : A21309036
12. Yurika Winandia : A21309041
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN SITI KHADIJAH PALEMBANG
TAHUN
AJARAN 2014-2015
BAB I
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Penyakit parkinson merupakan suatu
gangguan neurologis progresif yang mengenai pusat otak yang bertanggung jawab
untuk mengontrol dan mengatur gerakan.Karakteristik yang muncul berupa
bradikinesia (perlambatan gerakan),tremor,dan kekakuan otot (Smeltzer dan Bare,2002)
Penyakit Parkinson (paralysis
agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu
penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau
tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/
neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit
neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini
mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas
substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang
terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada
parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei,
nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari
saraf kranial, sistem saraf otonom.
2.2
Anatomi dan Fisiologi
A. Pembagian sistem saraf secara
anatomi :
1.
SSP (Sistem Saraf Pusat)
2. Sistem Saraf Tepi
1. Sistem saraf pusat (SSP)
Sistem saraf pusat meliputi otak
(ensephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Keduanya merupakan
organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu
perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga
dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga
lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
·
Durameter; terdiri dari dua lapisan,
yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagaiendostium, dan lapisan lain
sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara
tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
·
Arachnoidea mater; disebut demikian
karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang
disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela
sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk
melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
·
Piameter. Lapisan terdalam yang
mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak
dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
·
Badan sel yang membentuk bagian materi
kelabu (substansi grissea)
·
Serabut saraf yang membentuk bagian
materi putih (substansi alba)
·
Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat
yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang
belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi
kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih
terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi
kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
·
Otak
Otak mempunyai lima bagian utama,
yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil
(serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
1. Otak
besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam
pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari
semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga
beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna
kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah
belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon
rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan
sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat
kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah
bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian
depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,
kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
2. Otak
tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak
kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar
hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal)
otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
3. Otak
kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama
dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan
posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan
sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
4. Sumsum
sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar
impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga
memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah,
volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain
seperti bersin, batuk, dan berkedip.
5. Jembatan
varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf
yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak
besar dan sumsum tulang belakang.
2. Sistem saraf Tepi
Sistem saraf tepi adalah sistem saraf di luar
sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Tidak seperti
sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya
rentan terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem
saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem
saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur
oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur
otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi
keringat.
1. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu
saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu
saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf
otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati
leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk
bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus
vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling
penting
Saraf
sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya,
saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang
saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu
pasang saraf ekor.
2. Saraf Otonom
Sistem
saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang
kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada
ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem
saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan
sistem sarafparasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik
dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang
belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan
saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi
sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem
saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama
cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum
sambung.
Parasimpatik :
·
Mengecilkan pupil
·
Menstimulasi aliran ludah
·
Memperlambat denyut jantung
·
Membesarkan bronkus
·
Menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
·
Mengerutkan kantung kemih
Simpatik
·
Memperbesar pupil
- Menghambat
aliran ludah
- Mempercepat
denyut jantung
- Mengecilkan
bronkus
- Menghambat
sekresi kelenjar pencernaan
- Menghambat
kontraksi kandung kemih
2.3 Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui,
masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi
oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap
virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya
sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur
gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita
tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme
bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa
menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut:
·
Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000
penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal
ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal,
terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.
·
Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di
Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan
angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan
terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
·
Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit
parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan
yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup.
Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka
morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor
lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit
parkinson.
·
Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi
genetik yang berperan pada penyakit -sinuklein pada lengan panjang parkinson.
Yaitu mutasi pada gen kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson
pada keluarga meningkatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar
8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70
tahun. jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia
relatif muda.
·
Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan
erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria
b. Pekerjaan
Lebih
banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero
diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan
substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia
nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi
meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada
penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa
menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan
depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan
penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover
katekolamin yang memacu stress oksidatif.
2.4 Manifestasi Klinis
Karakteristik penyakit berupa
kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan,yang umumnya memburuk
setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Pasien dengan penyakit ini
mengalami kelelahan hanya karena penggunaan tenaga yang sedikit seperti
menyisir rambut, mengunyah dan berbicara, dan harus menghentikan segalanya
untuk istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai dengan otot yang
terpengaruh. Otot-otot simestris terkena, umumnya itu dihubungkan dengan syaraf
kranil. Karena otot-otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul adalah
Diplopia (penglihatan ganda) dan Ptosis (jatuhnya kelopak mata).
Ekspresi wajah pasien yang sedang
tidur terlihat seperti patung, hal ini disebabkan karna otot-otot wajah
terkena. Pengaruhnya terhadap laring menyebabkan Disfonia (gangguan suara)
dalam membentuk bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata.
Kelemahan pada otot-otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan
adanya bahaya tersedak dan aspirasi. Beberapa pasien sekitar 15% sampai 20%
mengeluh lemah pada tangan dan otot-otot lengan, dan biasanya berkurang, pada
otot kaki mengalami kelemahan, yang membuat pasien jatuh. Kelemahan diafragma
dan otot-otot intrakostal progresif menyebabkan gawat napas, yang merupakan keadaan
darurat akut.
Umumnya
Penderita Parkinson Mengalami Hal Sebagai Berikut:
·
Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang
secara spontan.
·
Tremor yang menetap.
·
Tindakan dan pergerakan yang tidak
terkontrol.
·
Gangguan saraf otonom (sulit tidur,
berkeringat, hipotensi ortostatik).
·
Depresi, demensia.
·
Wajah seperti topeng.
Adapun
gejala yang lain, meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya
milik penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
·
Gejala Motorik
a.
Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering
luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi
pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan
tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta
melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut
resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan,
tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti
menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan
fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu
emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada
tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata,
bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi
pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang
jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari,
tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b.
Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan
(rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang
lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada
tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi
terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa
juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi
seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan
postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak
jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor
ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya
aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c.
Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih
kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan
penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat
pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah
menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa
menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan
berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat
sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi,
sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak
lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah
suka keluar dari mulut. Disamping itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah
sukakeluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan ludah.
d.
Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu
berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar
balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga
terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.
Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping
itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena
berkurangnya gerak menelan ludah.
e.
Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual
menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
f.
Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil
menggeser dan makin menjadi cepat (marchea petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan
ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g.
Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan,
bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi
seperti topeng, kedipan mata berkurang,disamping itu kulit muka seperti
berminyak dan ludah sering keluar dari mulut..
h.
Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah
menjadi kecil, yang khas pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih
lanjut sikap penderita dalam posisikepala difleksikan ke dada, bahu membongkok
ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila
berjalan
i.
Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan
rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara
atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara
bisikan ) yang lambat.
j.
Dimensia
Adanya
perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
k.
Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (
tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara
berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih
dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
l. Gejala
Lain
Kedua
mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif)
·
Gejala non motorik
a.
Disfungsi otonom
·
Keringat berlebihan, air ludah
berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
·
Kulit berminyak dan infeksi kulit
seborrheic
·
Pengeluaran urin yang banyak
·
Gangguan seksual yang berubah fungsi,
ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b.
Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.
Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.
Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.
Gangguan sensasi:
·
Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran
mengenai ruang, pembedaan warna,
·
Penderita sering mengalami pingsan,
umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom
untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi
badan
·
Berkurangnya atau hilangnya kepekaan
indra perasa bau ( microsmia atau anosmia).
f.
Secara grafis besar gejala yang muncul, yaitu berupa :
·
Gangguan postur atau sikap seperti
kyposis, yakni posisi badan membungkuk ke depan, leher ante fleksi dan hip
antefleksi.
·
Hilangnya atau berkurangnya keseimbangan
·
Gangguan bentuk pada tubuh
g.
Untuk kondisi Parkinson orang amerika membaginya dalam empat stadium, yaitu :
·
Stadium I : sedikit unilateral mengalami
gangguan keseimbangan dan perasa, tetapi seluruh ADL setiap hari dapat di
lakukan dengan baik.
·
Stadium II : bilateral gangguan
keseimbangan dan perasa terutama pada
badan sehingga mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari terutama
dalam menyelesaikan aktivitas tersebut masih dapat dilakukan.
·
Stadium III : semua gejala Parkinson
muncul, sehingga pasien mengalami kesulitan dalam aktivitas sehari-hari
terutama dalam berjalan.
·
Stadium IV : pasien tidak bisa lagi
berjalan namun masih dapat duduk dan berdiri sehinggga semua semua ADL harus di bantu.
·
Stadium V : Pasien tinggal tidur di
tempat tidur.
Adapun tanda lain yang Nampak pada
penderita Parkinson, yaitu Nampak mimik wajah kaku, pandangan kosong, tangan berputar-putar
seperti memilin rokok yang di kenal dengan istilah “pill rolling movement”.
Wajah khas yang terdapat pada penderita Parkinson di kenal dengan nama
“Parkinson’mask”.
Fisioterapi penting dalam rangka
memilihara ADL, pernapasan, ROM, koordinasi yang ada dalam rangka menghambat
progressifitasi yang ada dalam menghambat progressitas gejala patologi atau
tanda-tanda Parkinson tersebut, selain itu gangguan patologis Nampak jelas
berkaitan dengan keterbatasan ADL, dan tugas sehari-harinya.
2.5
Patofisiologi
Dua
hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit
Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
·
Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari
dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan
hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung
untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin
mekanisme ini gagal.
·
Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat
neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan saat
ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi
yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum
ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan.
Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan
pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan.
Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di
ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang
otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus). Secara sederhana ,
penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :
·
Piramidal : kelumpuhan disertai reflek
tendon yang meningkat dan reflek superfisial yang abnormal
·
Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya
gerakan-gerakan involunter
·
Serebelar : ataksia alaupun sensasi
propioseptif normal sering disertai nistagmus
·
Neuromuskuler : kelumpuhan sering
disertai atrofi otot dan reflek tendon yang menurun
·
Patofisiologi depresi pada penyakit
Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini
berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi
degenerasi sel-sel neuron yang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di
antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis,
hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus
central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini
bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus
cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal
berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %.
Inti-inti subkortikal ini merupakan
sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan
berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin
berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus
posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di
lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis.
Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin,
leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan
neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang berhubungan dengan
perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini menengahi
proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan
dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi
keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan
apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain
dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi.
Sistem ini berperan dalam motivasi
dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan
ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya
keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol
diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat
bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri.
Ketergantungan terhadap lingkungan dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan
putus asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan,
regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan
menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido,
dan menurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang
tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi.
Kehilangan neuron batang otak akibat
penyakit Parkinson Deplesi biokimiawi korteks dan ganglia basalis Penurunan
reward mediation, ketergantungan terhadap lingkungan, dan respons terhadap
stres yang tidak adekuat Apatis, rasa tidak berharga, rasa tidak berguna tidak
ada harapan, putus asa.
2.6
Patoflow
2.7 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom
parkinson mudah ditegakkan tetapi harus
disahakan menentukan jenis untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis
dan penatalaksaannya.
·
Parkinsonismus primer/idiopatik
paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8
kasus Parkinson termasuk jenis ini.
·
Parkinsonismus sekunder/ simtomatik.
Dapat disebabkan pasca ensefalitis
virus, pasca infeksi lain :TB, sipilis meningovaskuler, iatrogenic atau drug
induced, misalnya golongan fenoiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya : perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju,
infrak lakuner, tumor serebri hipoparatoroid dan kalsifikasi.
·
Sindrom paraparkinson ( parkins plus )
Pada kelompok ini gejalanya
merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini didapat pada
penyakit Wilson, hidrosefalus normotensif dan syndrome Shy-drager.
2.6 Pemeriksaan
diagnostik
Diagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap
kunjungan penderita :
·
Tekanan darah diukur dalam keadaan
berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
·
Menilai respons terhadap stress ringan,
misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka
seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum
berespon terhadap medikasi.
·
Mencatat dan mengikuti kemampuan
fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan
menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas
kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
2.8
Pemeriksaan penunjang
·
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang
progresif)
·
CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi
kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)
2.9
Penatalaksanaan
Ada
beberapa terapi yang digunakan untuk pengobatan penyakit Parkinson, diantaranya
:
·
Terapi Obat
Beberapa
obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
1.
Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin),
trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit
parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
2.
Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama
untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine.
L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik
asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%
dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan
terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah
dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum
mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan
otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali
menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa
untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Efek
samping levodopa dapat berupa:
·
Nausea, muntah, distress abdominal
·
Hipotensi postural.
·
Sesekali akan didapatkan aritmia
jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh
efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini bias diatasi
dengan obat beta blocker seperti propanolol
·
Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering
ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi
pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu
kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi
sejenak.
·
Abnormalitas laboratorium.
Granulositopenia,
fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang
jarang terjadi pada terapi levodopa. Efek samping levodopa pada pemakaian
bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada
anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang.
·
COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone
(Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat
levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa.
Tapi karena efek samping yang berlebihan seperti liver toksik, maka jarang
digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi
liver.
·
Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin
(Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin,
apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson.
Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk
mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia
sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan
subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi
gejala motorik.
·
MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline
(Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena
neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya.
Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan
demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna
untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung
L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi
dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak
bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
·
Amantadine (Symmetrel)
Berguna
untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
·
Inhibitor dopa dekarboksilasi dan
levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak
diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan
inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa
atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus
sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus
sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek
sampingnya umunya hampir sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh
levodopa.
·
Deep Brain Stimulation (DBS)
DBS adalah tindakan minimal invasif
yang dioperasikan melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal
untuk mencangkokkan alat medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan
stimulasi elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam
pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi
elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant
yang menekan tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua
gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN)
dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. DBS
direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3
atau 4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
·
Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita
Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan termotifasi
sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau
latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas,
tremor dan hambatan lainnya. Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi,
ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas,
fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu
dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan
makanan di dalam mulut.
·
Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk
kekacauan suara yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman
Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu
studi menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera
pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan
suara.
·
Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan
telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan penggunaan virus yang
tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus
(STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang
disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang
terlalu aktif di STN. Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus
GDNF (glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan
implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan
merangsang pembentukan L-dopa.
·
Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik
untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang berubah menjadi sel memproduksi
dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah
randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang
gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
·
Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson
jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien
dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi.
Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUAN C
DENGAN MASALAH GANGGUAN SISTEM NEUROBEHAVIOUR ; PARKINSON DIRUANG SAFA RSI SITI
KHADIJAH PALEMBANG
KASUS
Seorang laki – laki bernama Tn.
C berusia 56 tahun datang dengan keluhan
kepala terasa kepala terasa pusing, ekstremitas atas dan bawah terasa kaku -
kaku, sulit berjalan, mual (-), muntah (-), sulit bicara (+), BAK (-), BAB (-).
Sejak 2 tahun yang lalu mengalami tangan
gemetar, sulit berdiri tegak, sulit menulis, sukar bicara serta tangan kanan
gemetar.
A. Pengkajian
1. identitas pasien
·
Nama: Tn. C
·
Usia : 56 tahun
·
Alamat : Jl.cokroaminoto No.21
·
Pekerjaan : Wiraswasta
·
Agama :islam
·
Suku : jawa
·
Pendidikan: Diploma 1 Agribisnis
·
Med reg : 22
·
Tanggal masuk : 04 Novemeber 2014
2.
Identitas penanggung jawab
·
Nama : Jeremy
·
Usia : 35 tahun
·
J.kelamin : laki-laki
·
Pekerjaan : Guru
·
Hub dengan klien : Bapak kandung
3.
Keluhan Utama
Klien mengeluh kepalanya pusing,
kekakuan pada estremitas atas dan bawah, sulit berjalan, mual, muntah, sulit
bicara, tremor pada tangan kanannya. Sejak
2 tahun yang lalu mengalami tangan gemetar, sulit berdiri tegak, sulit
menulis, sukar bicara.
4.
Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluhkan adanya tremor pada
tangan dan lengan kananya kemudian ke
bagian yang lain,dan akhirnya bagian kepala,walaupun tremor ini tetap
unilateral.Adanya perubahan pada sensasi wajah, sikap tubuh,dan gaya berjalan.
Adanya keluhan sulit menulis, dan sulit berdiri tegak selain itu klien juga
mengalami kesulitan bicara. Adanya
keluhan rigiditas deserebrasi, berkeringat, kulit berminyak dan sering
menderita dermatitis seboroik, sulit menelan, konstipasi
5.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, dan penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang
lama.
6.
Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien ada yang
memiliki riwayat hipertensi yaitu ayah dari klien.
7.
Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat,dan respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
8.
Pemeriksaan fisik
1.
TTV
·
TD : 170/100 mmHg
·
N : 60 x/ menit
·
RR : 22x/menit
·
S : 36’5 º C
·
KU : Baik
·
Kesadaran : CM
2.
Pemeriksaan kepala : normal
Pemeriksaan leher :
·
meningeal sign (-)
·
bruzinski I (-)
Toraks : tidak ada kelainan
3.
B1 (Breathing)
·
Inspeksi: Penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot
bantu napas
·
Palpasi: Ditemukan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri
·
Perkusi: Ditemukan adanya suara resonan
pada seluruh lapangan paru
·
Auskultasi: Ditemukan bunyi napas
tambahan seperti napas berbunyi,stridor,ronkhi
4.
B2 (Blood)
·
Hipotensi postural
5.
B3 (Brain)
Perubahan
pada gaya berjalan,tremor secara umum pada seluruh otot,dan kaku pada seluruh
gerakan.
·
Tingkat kesadaran : Biasanya compos
mentis.
6. B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan
dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.Ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan,dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural
7. B5 (Bowel)
Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan
asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam
menelan, konstipasi karena penurunan aktivitas
8. B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan,kelelahan otot,tremor dan kaku pada seluruh gerakan memberikan risiko
pada trauma fisik bila melakukan aktivitas
9. Pemeriksaan fungsi serebri.
Status mental : penurunan status
kognitif,penurunan persepsi,dan penurunan memori baik jangka pendek dan memori
jangka panjang
10.
Sistem motorik
·
Inspeksi gaya berjalan,tremor dan kaku
pada seluruh gerakan
·
Tonus otot, ditemukan meningkat
·
Keseimbangan dan koordinasi,ditemukan
mengalami gangguan karena adanya kelemahan otot,kelelahan,perubahan pada gaya
berjalan,tremor dan kaku pada seluruh gerakan
11.
Sistem Sensorik
Mengalami
penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif
12.
Pemeriksaan saraf kranial
·
Saraf
I
Fungsi
penciuman tidak ada kelainan
·
Saraf
II
Penurunan
ketajaman penglihatan
·
Saraf
III,IV,dan VI
Sewaktu melakukan konvergensi
penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu mempertahankan kontraksi otot-otot
bola mata
·
Saraf
V
Adanya keterbatasan otot wajah
menyebabkan ekspresi wajah klien mengalami penurunan,saat bicara wajah .
·
Saraf
VII
Persepsi
pengecapan dalam batas normal
·
Saraf
VIII
Adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi yang berhubungan dengan proses senilis dan penurunan aliran darah
regional
·
Saraf
IX dan X
Ditemukan
kesulitan dalam menelan makanan
·
Saraf XI
Tidak
ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
·
Saraf XII
Lidah
simetris,tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi
9. Analisa data
NO
|
Analisa
data
|
Etiologi
|
Masalah
keperawatan
|
1
|
Ds :
·
Pasien mengatakan mengalami
kesulitan berjalan dan berdiri tegak
Do:
·
Adanya tremor , akinesa (tak ada gerakan)
atau bradikinesia (melambatnya gerakan).
·
Kekakuan yang terjadi pada
ekstremitas atas dan bawah.
|
Kehilangan kontrol volunter
regional
↓
Tremor
↓
Hemiplagi dan hemiparesis
↓
Gangguan mobilitas fisik
|
Gangguan
mobilitas fisik .
|
2
|
Ds
:
·
Klien mengatakan bahwa klien
kesulitan dalam berbicara
Do :
·
Artikulasi bicara pasien kurang
jelas
·
Pelo
·
Wajah kaku
|
Koping individu tidak efektif
↓
Defisit neurologis disfungsi
↓
Bahasa dan komunikasi
↓
Volume bicara
↓
Kerusakan komunikasi verbal
|
Kerusakan
komunikasi verbal
|
3
|
Ds
:
·
Klien mengatakan bahwa dia
mengalami kesulitan menelan
Do
:
·
Konjungtiva pucat
·
Membrane mukosa pucat
·
Kurus
·
Leher kemerahan
|
Serebral dan tik
↓
Perubahan gastro
↓
Mual dan muntah
↓
Perlambatan proses makan
↓
Gangguan intake oral
↓
Perubahan nutrisi
|
Perubahan
Nutrisi
|
4
|
Ds
:
·
Pasien mengatakan bahwa kesulitan
dalam merawat dirinya sendiri
Do
:
·
Pasien terlihat menggunakan alat
bantu
|
Kehilangan kontrol volunter
regional
↓
Tremor
↓
Kelemahan fisik
↓
Kurang perawatan diri
|
Kurang
perawatan diri
|
10. Prioritas masalah
·
Gangguan mobilitas fisik
·
Kerusakan komunikasi verbal
·
Perubahan Nutrisi
·
Kurang perawatan diri
11. Diagnosa
Keperawatan
·
Resiko tinggi gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan tremor
·
Resiko tinggi kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan bahasa dan komunikasi
·
Resiko tinggi perubahan nutrisi
berhubungan dengan gangguan intake oral
·
Resiko tinggi kekurangan perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik
12. Intervensi
Keperawatan
No
|
Tgl / jam
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
14
Nov 2014/10.00
|
Resiko
tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tremor
Ds
:
·
Pasien mengatakan mengalami
kesulitan berjalan dan berdiri tegak
Do:
·
Adanya tremor , akinesa (tak ada
gerakan) atau bradikinesia (melambatnya gerakan).
·
Kekakuan yang terjadi pada
ekstremitas atas dan bawah.
|
Tujuan umum :
·
Pasien tidak lagi mengalami kesulitan
berjalan dan sudah bisa berdiri tegak.
TuTujuan khusus :
·
Tremor (-)
·
Kekakuan pada ekstremitas (-)
tt
t
|
Periksa
kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Kaji
derajat immobilisasi dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)
Letakkan
pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
|
Mengidentifikasi
kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi
yang akan dilakukan
Pasien
mampu mandiri (nilai 0), memerlukan bantuan/ peralatan yang minimal (nilai
1), memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan/ diajarkan (nilai 2),
memerlukan bantuan/ peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3),
tergantung secara total pada pemberi asuhan (nilai 4)
Perubahan
posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
|
|||
2
|
15
nov 2014/ 12.00
|
Resiko
tinggi kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan bahasa dan komunikasi
Ds
:
·
Klien mengatakan bahwa klien
kesulitan dalam berbicara
Do :
·
Artikulasi bicara pasien kurang
jelas
·
Pelo
Wajah kaku
|
Tujuan umum :
Komunikasi
klien lancar
Tujuan khusus :
Artikulasi
bicara pasien jelas
Pelo
wajah tidak kaku
|
Ajarkan
klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas.
Anjurkan
untuk melakukan nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara
dan jumlah kata dalam kalimat setiap bernafas.
Latih
berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke dalam
perekam suara (tape recorder) untuk memonitor kemajuan
|
Dengan
melakukan latihan wajah dengan metode nafas maka akan mempebaiki
kata-kata,volume dan intonasi bicara klien.
Dengan
melakukan terapi ini maka gangguan komunikasi klien dapat deperbaiki.
Latihan
bicara akan mempercepat proses penyembuhan klien.
|
|||
3
|
16
nov 2014/10.00
|
Resiko
tinggi perubahan nutrisi berhubungan dengan gangguan intake oral
Ds
:
Klien
mengatakan bahwa dia mengalami kesulitan menelan
Do
:
·
Konjungtiva pucat
·
Membrane mukosa pucat
·
Kurus
·
Leher
kemerahan
|
Tujuan umum :
Pasien
sudah bisa menelan
Tujuan
khusus :
·
Konjungtiva tidak pucat
·
Membran mukosa tidak pucat
·
Berat badan naik
·
Leher normal
|
Kaji
kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan.
Auskultasi
bising usus, catat adanya penurunan/ hilangnya atau suara yang hiperaktif
Jaga
kenyamanan dalam memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala
tempat tidur selama pasien makan.
Berikan
makanan yang lunak dan yang sesuai dengan selera pasien
|
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis
makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik
pada kasus cedera kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respons
untuk makan atau berkembangnya komplikasi, seperti paralitik ileus
Menurunkan risiko regurgitasi dan/atau
terjadinya aspirasi
Dengan memberikan makanan yang lunak pasien
bisa lebih mudah untuk menelan dan makanan yang sesuai dengan selera pasien
bisa meningkatkan nafsu makan pasien
|
|||
4.
|
17nov 2014 / 10 : 00
|
Resiko
tinggi kekurangan perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Ds
:
Pasien
mengatakan bahwa kesulitan dalam merawat dirinya sendiri
Do
:
Pasien
terlihat menggunakan alat bantu
|
Tujuan umum :
Pasien
sudah bisa merawat dirinya sendiri
Tujuan khusus :
Pasien tidak lagi menggunakan alat
bantu
|
Kaji
kemampuan dan tingkat penurunan dan skala 0 – 4 untuk melakukan ADL
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien
dan bantu bila perlu
Ajarkan
dan dukung klien selama klien aktifitas
Modifikasi
lingkungan
|
Membantu
dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual
Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal
ini dilakukan untuk untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Dukungan
pada klien selama aktifitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan
perawatan diri.
Modifikasi lingkungan diperlukan untuk
mengompensasi ketidakmampuan fungsi
|
|||
11.
Catatan perkembangan pasien
No
|
Tgl
/ jam
|
Implementasi
|
Tgl / jam
|
Evaluasi
|
|
1.
|
17 nov 2014/ 15.00
|
·
Memeriksa kemampuan dan keadaan secara fungsional
pada kerusakan yang terjadi.
·
Mengkaji derajat immobilisasi dengan menggunakan
skala ketergantungan (0-4)
·
Meletakkan pasien pada posisi tertentu untuk
menghindari kerusakan karena tekanan.
|
17
Nov 2014/ 16.00
|
S: S : pasien tidak lagi mengalami kesulitan berjalan dan sudah bisa berdiri
tegak.
TuO :
·
Tremor (-)
·
Kekakuan pada ekstremitas (-)
A: Masalah teratasi
P: Implementasi di hentikan
|
|
2.
|
18 nov 2014/ 11.00
|
·
Mengajarkan klien latihan wajah dan menggunakan
metoda bernafas.
·
Menganjurkan untuk melakukan nafas dalam sebelum
berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat
setiap bernafas.
·
Melatih berbicara dalam kalimat pendek, membaca
keras di depan kaca atau ke dalam perekam suara (tape recorder) untuk
memonitor kemajuan
|
18 mei 2014/ 12.00
|
S : Komunikasi klien lancar
O :
·
artikulasi bicara pasien jelas
·
pelo wajah tidak kaku
A : Masalah Teratasi
P : Implementasi di hentikan
|
|
3.
|
19 Nov 2014/ 13.00
|
|
19 Nov 2014/ 14.00
|
S:
Pasien sudah bisa menelan
O
:
-
konjungtiva tidak pucat
-
Membran mukosa tidak pucat
-
berat badan naik
- leher normal
A : Masalah teratasi
P : Implementasi di hentikan
|
|
4.
|
20 nov 2014 / 14 : 00
|
·
Mengkaji kemampuan dan tingkat penurunan dan skala
0 – 4 untuk melakukan ADL
·
Menghindari apa yang tidak dapat dilakukan klien
dan bantu bila perlu
·
Mengajarkan dan dukung klien selama klien aktifitas
·
Memodifikasi lingkungan
|
20 Nov 2014 / 16 : 00
|
S : pasien sudah bisa merawat dirinya
sendiri
O : pasien tidak lagi menggunakan alat
bantu
A : Masalah Teratasi
P : Implementasi di hentikan
|
|