BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Atrial Septal Defect adalah adanya
hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium
kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah
defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi
jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior,
foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek
septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum
primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar
bilik atau pada bantalan endokard.
ASD (Atrial Septal Defect) merupakan
kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD (ventrikular septal defect).
Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara
atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah
terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan
darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak
menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar
yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada
sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan
ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus
menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat
menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai
penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung
kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta
penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD
hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan
ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan
lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah).
Pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi
mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru.
Namun demikian, tindakan operasi
tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama,
dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang
nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk
menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah
(tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal
Occluder (ASO).
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian penyakit ASD ?
2. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada
pasien dengan kasus ASD ?
3. Bagaimana klasifikasi pada pasien dengan
kasus ASD ?
1.3 Tujuan
1. Mampu
menjelaskan konsep teori penyakit ASD
2. Mampu
melakukan pengkajian pada klien yang mengalami penyakit ASD
3. Mampu
merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami ASD
4. Mampu
membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami penyakit ASD
5. Mampu
menerapkan rencana yang telah disusun pada klien yang mengalami penyakit
ASD
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Atrial septal defect
(ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) adalah
terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup
oleh katup (
Markum, 1991) .
ASD
adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan (Sudigdo
Sastroasmoro, 1994).
ASD
adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial
(sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial
semasa janin (id.
Wikipedia.org).
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial
Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan
jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan jantung ini mirip
seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan.
Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
Atrial Septal Defect adalah adanya
hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium
kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka
adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara
serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena
kegagalan pembentukan sekat.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas, maka dapat dirumuskan bahwa Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung
bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat atau septum interatrial yang
memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial
semasa janin.
Defek ini dapat berupa defek sinus
venousus di dekat muara vena cavasuperior, foramen ovale terbuka pada umumnya
menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan
pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan
penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada
bantalan endokard.
Macam-macam defek sekat ini harus
ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah
melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome
Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan
dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung
dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan
letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1.
Ostium
secundum :
merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada bagian
tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD
ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Keadaan ini
jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan
dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup segera
setelah kelahiran, namun pada beberapa orang hal ini tidak terjadi hal ini
disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum atrial yang
sejati.
2.
Ostium
primum :
kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan
berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian
atas. Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3.
Sinus
venosus :
Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena cava
superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan
kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan
dengan vena cava superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal
dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD
II.
2.3 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui
secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada
peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1.
Faktor
Prenatal
·
Ibu
menderita infeksi Rubella
·
Ibu
alkoholisme
·
Umur
ibu lebih dari 40 tahun.
·
Ibu
menderita IDDM (Insulin dependent diabetes melitus)
·
Ibu
meminum obat-obatan penenang atau jamu
2.
Faktor
genetik
·
Anak
yang lahir sebelumnya menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
·
Ayah
atau ibu menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
·
Kelainan
kromosom misalnya Sindroma Down
·
Lahir
dengan kelainan bawaan lain
3.
Gangguan hemodinamik
Tekanan diatrium kiri lebih tinggi
dari pada tekanan diatrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.
ASD merupakan suatu kelainan jantung
bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang
diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru.
Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap
terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt),
Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.
2.4 Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung
kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat
aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat
terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur
kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal
untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat
masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena
perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada
atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah
menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler
paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah melalui arteri
pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran
darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik,
dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga
adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan
ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan
bising dari stenosis relatif katup pulmonal ).
Pada valvula trikuspidalis juga ada
perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup
trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Karena adanya penambahan
beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan
terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD
terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II.
Hanya bila ada defek pada katup
mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau
ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu
systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II Arah shunt pun bisa
berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak
mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Darah arterial dari atrium kiri
masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras karena perbedaan tekanan atrium kiri
dan kanan tidak besar (tekanan atrium kiri lebih besar dari tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium
pulmonalis kapiler paru, dan atrium kiri meningkat, sehingga tekanannya
meningkat. Tahanan katup pulmonal naik, timbul bising sistolik karena stenosis
relative katup pulmonal, Juga terjadi stenosis relative katup trikuspidal,
sehingga terdengar bising diastolic. Penambahan beban atrium pulmonal
bertambah, sehingga tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi kenaikan
tekanan ventrikel kanan yang permanen. Kejadian ini berjalan lambat. Pada ASD
primum bisa terjadi insufisiensi katup mitral atau trikuspidal sehingga darah
dari ventrikel kiri atau kanan kembali ke atrium kiri atau kanan saat sistol.
2.5 Tanda dan gejala
Defek
septum atrium membuat darah yang kaya oksigen masuk dari atrium kiri ke dalam
atrium kanan dan bercampur dengan darah yang kekurangan oksigen. Darah kemudian
dipompa ke paru-paru meskipun sebagian darah telah kaya oksigen. Jika defek
septum atrium yang terjadi berukuran besar, maka volume darah tambahan ini bisa
membebani paru-paru dan juga menambah kerja jantung. Jika kelainan tidak
diatasi, maka jantung bagian kanan pada akhirnya akan membesar dan melemah.
Pada beberapa kasus, tekanan darah di paru-paru meningkat, sehingga terjadi
hipertensi pulmonar.
Penderita yang tidak memiliki
kelainan jantung lainnya, atau hanya memiliki defek septum atrium yang kecil
(kurang dari 5 mm) bisa tidak memiliki gejala, atau gejala bisa tidak muncul
hingga usia pertengahan atau sesudahnya. Seiring dengan berjalannya waktu ASD
besar yang tidak diperbaiki dapat merusak jantung dan paru dan menyebabkan gagal
jantung. Gejala-gejala defek septum atrium bisa terjadi kapan
saja dan dapat berupa :
a. sering
mengalami infeksi saluran pernafasan
b. dispnea
(kesulitan
dalam bernafas)
c. sesak
nafas ketika melakukan aktivitas
d. pembengkakan pada tungkai, kaki, atau perut
e. kelelahan
f. jantung berdebar-debar (palpitasi)
g.
Berkumpulnya darah dan cairan pada paru
h.
Berkumpulnya cairan pada bagian bawah tubuh
i.
Mudah lelah dalam beraktivitas
2.6 Manifestasi klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak
menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar
yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada
sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan
ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan
kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang
ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek). Selain itu
gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu,
gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada
anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan
echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya
bisa berupa :
1. Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan.
2. Dispnea
(kesulitan dalam bernafas)
3. Sesak
nafas ketika melakukan aktivitas
4. Jantung
berdebar-debar (palpitasi)
5. Pada
kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6. Tidak
ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.
Penderita
ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
a. Detak jantung
berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan
yang baik
c. Sering mengalami infeksi
saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit
bertambah
Gejala
lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a. Sianosis pada kulit di sekitar
mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya
tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan
penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa
sakit yang meningkat
Mild dyspnea pada saat bekerja (dispnea d’effort) dan atau
kelelahan ringan adalah gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan
antar atrium. Pada bayi yang kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan
tanda-tanda gagal jantung kongestif yang mengarah pada defek atrium yang
tersembunyi.
Gejala menjadi semakin bertambah
dalam waktu 4 sampai 5 dekade. Pada beberapa pasien yang dengan ASD yang lebar,
mungkin dalam 10 atau 7 dekade sebelumnya telah memperlihatkan gejala dispnea
d’effort, kelelahan ringan atau gagal jantung kongestif yang nyata.
Pada penderita ASD terdapat suara
splitting yang menetap pada S2. Tanda ini adalah khas pada patologis pada
ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan suara splitting
pada S2 yang menetap.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1.
Foto
toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang
bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium
kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi
paru yang bertambah sesuai dengan besarnya
pirau.
2.
Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB (Right bundle
branch block) pada 95%, yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu
QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum membedakannya dari defek
primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I
(pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum.
3.
Ekokardiografi
Ekokardiogram: Ekokardiogram M-mode
memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang
bergerak paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan
besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling terpercaya).
Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium
yang besar.
Posisi katup mitral dan trikuspid
sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup
mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran
defek, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal,
gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau
trikuspid serta kelainan lain.
Ekokardiografi Doppler
memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai di dinding atrium kanan.
Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung.
Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak mampu memperlihatkan adanya
aliran interatrial.
Tujuan
utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi pirau
dari kiri kekanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e. Katerisasi jantung
Prosedur diagnostic dimana kateter
radiopaque dimasukan kedalam atrium jantung melalui pembuluh darah perifer,
diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan, pengukuran
tekanan darah dan sampel darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.
Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak
jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal.
Pada kateterisasi jantung terdapat
peningkatan saluran oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler
paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes
dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.
2.8 Penatalaksanaan Medis
Bila pemeriksaan klinis dan
elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum atrium, maka
penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi
jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru,
serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari
10U/m² yang tidak responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan
defek septum atrium merupakan indikasi kontra.
1.
Tindakan
operasi
Indikasi operasi penutupan ASD
adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi
dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum
usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi
secara medikamentosa, defect atrial ditutup menggunakan patch.
2.
Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita
dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis
pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt
menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang
diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke
kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS
sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti
cukup untuk maju terus.
Dalam tahun pertama atau kedua, ada
beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara
spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan.
Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular
pulmonal abstruktif.
Pencegahan masalah irama di kemudian
hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi
dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah
ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium
varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah
Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat
sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan
tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan
jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan
pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat
menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit
vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan
dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua
defek sekat atrium
3.
Penutupan
Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang
dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek
sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok
untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup
atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata
dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek
yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak
dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek
sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran
dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek
multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke
dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup
trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek
yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan
mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar
daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium
kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah
kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral.
Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor
semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9
bulan.
Seluruh penderita dengan ASD
harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat
menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai
penyulit di masa dewasa. namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal
jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi
pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat
ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik
dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40
tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat,
menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass)
setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri,
bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang
memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan
rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi
mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita
yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat
dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya
komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
4.
Terapi
intervensi non bedah
Lubang ASD dapat ditutup dengan
tindakan nonbedah, Amplatzer Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat
penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Meski
sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan pembedahan.
Amplatzer septal occluder (ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus ganda
dengan mekanisme pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah
alat pertama dan hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan
defek atrium sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration
(FDA US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek septum atrium sekundum,
patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.
2.9 Komplikasi
Komplikasi
yang sering terjadi :
a.
Gagal
jantung
b.
Penyakit
pembuluh darah paru
c.
Endokarditis
d.
Obstruksi
pembuluh darah pulmonal(hipertensi pulmonal)
e.
Aritmia
f.
Henti
jantung dan
g.
VSD
2.11 Prognosis
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD
hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan
ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan
lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah).
Pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi
mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap
memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan
trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi
penderita maupun keluarganya.
Hal ini memacu para ilmuwan untuk
menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah
(tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal
Occluder (ASO).
2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk menemukan
data yang dapat mendukung data yang diperoleh dari riwayat kesehatan. Informasi
dasar diperoleh pada saat pasien baru datang. Bagi pasien jantug akut,
pemeriksaan dapat dimulai dengan pengukuran tanda – tanda vital secara rutin
a. Pengkajian
umum
1. Biodata / Identitas
ASD timbul sejak usia bayi baru lahir
bertambah nyata jika bayi menangis atau
menetek lama. Gejala ini dapat diketahui beberapa bulan atau bahkan beberapa
tahun jika timbul kelainan ringan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama bisa salah satu dari
sesak napas (dispnea), pusing, maupun nyeri dada, tergantung tingkat keparahan
ASD yang dialami
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita terlihat pucat,
banyak keringat yang keluar, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada
bertambah (sering terlihat benjolan dada kiri), berat badan menurun (tidak ada
nafsu makan), tubuh terasa lemah, pusing, sesak nafas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya faktor bawaan dari ibu
sebelum lahir dan wanita yang hamil dengan banyak mengkonsumsi obat-obatan,
radiasi secara potensial menyebabkan kelainan susunan jantung pada embrio/sejak
lahir.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat kehamilan 2 bulan pertama
menderita penyakit Rubela / penyakit lainnya atau ibu sering mengkonsumsi
obat-obatan tertentu seperti talidomial, atau terkena sinar radiasi.
Selain
hal tersebut, pengkajian jantung juga harus pula berisi evaluasi sebagai
berikut :
·
Efektivitas jantung sebagai pompa
·
Volume
dan tekanan pengisian
·
Curah
jantung
·
Mekanisme
kompensasi
Hal
yang harus diperiksa atau diperhatikan saat pengkajian pada pasien dengan
gangguan pada kardiovaskulernya adalah :
a. Keadaan umum
Observasi
tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan.
Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting
dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu mencapai
otak.
b. Pemeriksaan
tekanan darah
Sebagai
indikator adanya penurunan curah jantung, ketegangan arteri, volume, laju serta
kekentalan.
c. Pemeriksaan
nadi
Mencerminkan
volume sekuncup dan tahanan vaskuler sistemik. Tekanan nadi dapat dijadikan
sebagai indikator non invansif kemampuan pasien mempertahankan curah jantung.
Bila tekanan nadi pada pasien jantung turun sampai dibawah 30 mmHg maka perlu
dilakukan pengkajian kardiovaskuler lebih lanjut.
d. Tangan
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan
temuan yang paling penting untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
a. Sianosis perifer : dimana kulit
tampak kebiruan, menunjukan penurunan kecepatan aliran darah ke perifer,
sehingga perlu waktu yang lama bagi hemoglobin untuk desaturasi.
b.
Pucat
: dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
c.
Waktu
pengisian kapiler : dilakukan dengan menekan ujung jari dengan kuat dan
lepaskan dengan cepat. Repurfusi yang melambat dapat menunjukan kecepatan
aliran darah perifer yang melambat.
d.
Temperatur
dan kelembaban tangan : Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab.
Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulus sistem saraf
simpatis dan mengakibatkan vasokontriksi.
e.
Edema
: meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
f.
Penurunan
turgor kulit : terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
g.
Penggadaan
( clubbing ) jari tangan : menunjukan desaturasi hemoglobin kronis pada
penyakit jantung kongeniital.
h.
Kepala
dan leher : difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping telinga untuk
mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan. Selain itu juga dlakukan
pengkajian pada vena jugularis apakah ada distensi atau tidak.
i.
Jantung
: jantung diperiksa langsung dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
dinding dada. Pendekatan sistemik merupakan dasar pengkajian yang seksama.
Pemeriksaan
dinding dada dilakukan pada enma daerah dibawah ini adalah :
1. Daerah aorta – ruang interkostal
kedua pada sternum kanan
2. Daerah pulmonal – ruang interkostal
kedua pada sternum kiri
3. Titik Erb – ruang interkostak ketiga
pada sternum kiri
4. Daerha trikuspid atau ventrikel
kanan – ruang interkostal empat dan lima pada sternum kiri.
5. Daerah apeks atau ventrikel kiri –
ruang interkostal kelima pada sternum.
6. Daerah epigastrik – di bawah
prosesus xifoideus.
b. Pengkajian fisik :
1) Inspeksi
dan palpasi
Dengan cara sistemis, setiap daerah
perikardium diinspeksi dan dipalpasi. Pada saat diinspeksi akan ditemukan
deformitas dinding dada. Pencahayaan dari samping dapat membantu pemeriksa
memeriksa pulsasi yang kecil. Terdapat impuls normal yang jelas dan terletak
tepat di atas apeks jantung. Murmur, bila sangat keras dapat dipalpasi dan
teraba oleh tangan pemeriksa sebagai sensasi “ mendengkur “. Fenomena ini
dinamakan thrill dan pasti menunjukan adanya patologi yang bermakna pada
jantung. Thrill juga dapat dipalpasi di atas pembuluh darah bila ada obstruksi
aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada
penyempitan katup aorta.
2) Perkusi
Secara normal hanya batas jantung
kiri yang dapat dideteksi pada perkusi. Batas kanan terletak di bawah batas
batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.Perkusi boleh tidak dilakukan
kecuali bila pemeriksa menemukan pergeseran impuls apikal dan mencurigai
pembesaran jantung.
3) Auskultasi
Untuk menentukan bunyi jantung
abnormal atau tidak. Daerah yang harus di auskultasi antar lain daerah aorta,
daerah pulmonal, titik Erb, daerah trikuspidalis, dan daerah apeks. Kaki dan
tungkai : kebanyakan pada pasien yang mengalami gangguan pada jatungnya akan
mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat gagl ventrikel
kanan. Maka harus dikaji dikaji sirkulasi arteri perifer dan aliran balik vena.
c. Pemeriksaan
Kepala sampai leher
1.
Kepala
·
Inspeksi : simetris/tidak, rambut
tampak kusam/tidak
·
Palpaasi : rambut mudah
tercabut/tidak, ada benjoan/tidak.
2. Mata
·
Inspeksi : mata tampak
cekung/tidak, konjungtiva tampak anemis/tidak,sklera mata
ampak putih /tidak,bola mata mengetahui arah telunjuk/tidak.
3. Telinga
·
Inspeksi : pendengarannya
baik/tidak, menggunakan alat bantu/tidak, simetris/tidak
4. Hidung
·
Inspeksi: simetris/tidak, ada
sekret/tidak.
5. Mulut
·
Inspeksi : tampak kering/tidak,
simetris/tidak
6. Leher
·
Inspeksi : simetris/tidak, ada
pembesaran kelenjar tiroid/tidak.
·
Palpasi
: ada penekanan vena jugularis/tidak.
d. Pemeriksaan
Thoraks
a.
Inspeksi : simetris/tidak
b.
Palpasi : adanya
nyeri tekan/tidak
c.
Auskultasi : ada bunyi ronchi/tidak, ada bunyi
weizhing/tidak. Terdengar murmur akibat
peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis atau tidak. Jika shuntnya besar, murmur juga
bisa terdengar akibat aliran darah yangmengalir melalui katup
trikuspidalis
e. Pemerikasaan
Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan
teknik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada
daerah supra simisfer pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa
adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin miksi.
f. Pemeriksaan Genetalia
Penis dan uretra untuk mendeteksi
kemungkinan stenosis meatus, stirktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun
fimosis. Pemeriksaan pada bagian skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
g. Pemeriksaan
neurosensori
Pada pemeriksaan neuro sensori,
syaraf yang dijadikan titik utama pemeriksaan antara lain 12 syaraf kranial dan
bila perlu pungsi CSS.
h. Pemeriksaan Integumen
Terdiri
dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.
i.
Pemeriksaan muskuloskletal
Pada
tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.
j.
perkembangan konsep tumbuh kembang
a.
Tahap Oral (18 bulan pertama kehidupan)
Pada tahap ini ada dua macam
aktivitas oral, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi
banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Pada pengkajian klien
yang berada di tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi
perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir gangguan asupan
nutrien di masa pertumbuhan.
b.
Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)
Pada tahap ini anak akan
mengeksploitasi fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces,
atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.
Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat dilakukan
untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk menggunakan fungsi
pembuangan secara optimal.
c.
Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital
laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Pada
tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex.
Oedipus complex merupakan keinginan
yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya
dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya.
d.
Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)
Merupakan tahap yang paling baik
dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah). Pada klien dengan rentang usia di
tahap ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi dan meminimalsir
resiko terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir
e.
Tahap Genital (masa pubertas dan seterusnya)
Bersamaan dengan pertumbuhannya,
alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan
kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi pada
pemeriksaan genetalia
k. Dampak
Hospitalisasi
Karena
berada dalam perawatan di rumah sakit, maka akan timbul efek hospitalisasi pada
klient dan orang tua, antara lain:
a. Anak
akan merasa kurang nyaman karena tidak bisa bersosialisasi dengan teman
sebayanya. Hal ini dapat memicu diagnosa keperawatan menarik diri.
b. Orang
tua akan lebih sering dan fokus untuk anaknya (klient) sehingga pekerjaan rumah
dan fungsi keluarga terganggu, sehinga dapat muncul diagnosa perubahan pola keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
Tujuan
: Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria
hasil :
a. Frekwensi
jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
usia.
b. Keluaran
urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia)
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan
: Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria
hasil :
a. Anak
menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak
mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
3.Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan
nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tujuan
:
a. Pasien
mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
b. Anak
mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan
usia
Kriteria
hasil :
a. Anak
mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak
melakukan aktivitas sesuai usia
c. Anak
tidak mengalami isolasi social
4.Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan
: Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria
hasil : Anak bebas dari infeksi.
5.
Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan
: Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria
hasil :
a. Keluarga
mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien/keluarga
menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
6.Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan
:
a. Klien/keluarga
mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
b. Klien
menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria
hasil :
a. Keluarga
mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
b. Keluarga
menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
3.
Perencanaan keperawatan
a.
Diagnosa I
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan penurunan curah jantung dapat teratasi
Tanda-tanda vital dalam batas normal:
Tanda-tanda vital dalam batas normal:
·
suhu : 36-37,5 °C.
·
nadi : 60-100 x/menit.
·
RR: 16-20 x/menit.
·
TD: 100/60-140/90 mmHg.
a.
Melaporkan penurunan episode dipsnea
·
Tidak terjadi aritmia.
·
Denyut dan irama jantung teratur.
b.
Intervensi Keperawatan
a. Pantau tanda dan gejala penurunan curah
jantung seperti:
·
Peningkatan/ ketidakteraturan frekuensi
nadi
·
Peningkatan frekuensi pernafasan
·
Penurunan tekanan darah
·
Bunyi abnormal dari jantung dan
paru-paru.
·
Perubahan tingkat kesadaran.
·
Kulit dingin lembab sianosis atau
berbercak-bercak.
·
Penurunan SaO2.
·
Nadi perifer lemah.
·
Tekanan arteri pulmonal yang abnormal.
·
Perubahan EKG.
Rasional:
penurunan curah jantung dapat menyebabkan ketidak cukupan suplai oksigen dalam
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penurunan volume sirkulasi
dapaat meyebabkan menurunnya perfusi dari ginjal dan menyebabkan penurunan
perfusi jaringan dengan respon kompensasi tubuh berupa penurunan jumlah
sirkulasi pada ekstremitas dan peningkatan nadi serta frekuensi pernafasan.
Perubahan tingkat kesadaran kemungkinan disebabkan perfusi yang rendah pada
otak.
b. Kaji
perubahan pada sensoris, contoh letargi, cemas dan depresi.
Rasional
: penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya perfusi
serebral.
c. Berikan
istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi
Rasional
: Istirahat fisik harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif akut atau
refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan atau konsumsi oksigen
miokardium dan aktivitas berlebihan.
d. Berikan
cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
Rasional
: karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat
mentoleransi peningkatan beban awal (preload). Klien juga mengeluarkan sedikit
natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
b.
Diagnosa II
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil:
a. Pasien
tidak mengalami sesak
b. Tanda-tanda
vital dalam batas normal:
·
suhu : 36-37,5 °C
·
nadi : 60-100 x/menit,
·
RR: 16-20 x/menit
·
TD: 100/60-140/90 mmHg.
a.
intervensi keperawatan
a. kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : kecepatan
biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas,
b. Tinggikan
kepala dan bantu mengubah posisi (posisi semi fowler).
Rasional : duduk tinggi
memungkinkan oaru dan memudahkan pernafasan
c. Tindakan
kolaborasi dengan memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan/mencegah iskemia
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan/mencegah iskemia
d. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien
untuk kontrol diri degan menggunakan
pernafasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu
klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanidimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
e. Jelaskan
pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencan teraupetik.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencan teraupetik.
c.
Diagnosa III
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan kriteria hasil :
•
CRT < 3 detik.
•
Tanda-tanda vital dalam batas normal
·
suhu : 36-37,5 °C
·
nadi : 60-100 x/menit
·
RR: 16-20 x/menit
·
TD: 100/60-140/90 mmHg.
a.
Intervensi Keperawatan :
a. Auskultasi
TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, berdiri bila
memungkinkan.
Rasional:
hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi ventrikel, hipertensi juga
merupakan fenomena umum berhubungan dengan pengeluaran katekolamin.
b. Kaji
warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur.
Rasional: mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
Rasional: mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
c. Catat
murmur
Rasional:
menunjukkan aliran darah dalam jantung (kelainan katup, kerusakan septum
tertutup)
d. Kaji
kualitas peristaltik, jika perlu pasang selang nasogastrik.
Rasional:
mengatahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran pencernaan dan dampak
penurunan elekttolit
d.
Diagnosa IV
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan pasien dapat beraktivitas dalam batas kemampuannya dengan kriteria
hasil :
•
Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.
•
Tanda-tanda vital dalam batas normal:
·
suhu : 36-37,5 °C
·
nadi : 60-100 x/menit
·
RR: 16-20 x/menit,
·
TD: 100/60-140/90 mmHG
a.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji
toleransi klien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut :
·
frekuensi nadi 20 x/mnt diatas frekuensi
istirahat
·
catat peningkatan TD
·
dispnea
·
nyeri dada
·
kelelahan berat dan kelemahan
·
berkeringat
·
pusing atau pingsan.
Rasional : Parameter
menunjukkan respon fisiologis klien terhadap stress aktivitas dan indikator
derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji
kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : Stabilitas
fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktivitas
individual.
c. Dorong
klien dalam berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional : Seperti
jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.
d. Bantu
klien untuk memilih aktivitas sesuai usia, kondisi dan kemampuan.
Rasional : Melatih klien agar dapat
bertoleransi terhadap aktivitas
e. Berikan periode istirahat setelah
melakukan aktivitas
Rasional : Mencegah kelelahan
berkepanjangan.
e.
Diagnosa V
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan rasa nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
•
Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
•
Wajah klien tampak rileks.
•
Tanda-tanda vital dalam batas normal
·
suhu : 36-37,5 °C
·
nadi : 60-100 x/menit
·
RR: 16-20 x/menit
·
TD: 100/60-140/90 mmH
a.
Intervensi keperawatan
a. Kaji
ulang nyeri klien (PQRST)
Rasional
: Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan
indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
b. Usahakan
menciptakan lingkungan yang aman dan tenang.
Rasional
: Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap
cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
c. Lakukan
metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi progresif, distraksi, dan nafas dalam.
Rasional
: Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri.
d. Lakukan
latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati.
Rasional
: Membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/ rasa
tidak nyaman.
e. Kolaborasi:
berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional
: Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga menyulitkan
pengkajian.
f.
Diagnosa VI
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
tidak terjadi, dengan kriteria hasil:
•
Intake nutisi adekuat.
•
Peningkatan berat badan.
a.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji ulang kemampuan klien dalam
menelan pada anak dan gangguan menyusui pada
bayi.
Rasional : Menentukan kemampuan
menelan klien dan mencegah risiko aspirasi.
b. Auskultasi bising usus , amati
penurunan atau hiperaktivitas usus.
Rasional : Bising usus menentukan
respon pemberian makanan atau terjadinya komplikasi
misalnya ileus.
c. Timbang berat badan sesuai
indikasi.
Rasional : Mengevaluasi efektivitas
dari asupan makanan
d. Berikan makanan dalam porsi kecil
dan frekuensi yang sering, sajikan makanan dalam
keadaan hangat, lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan intake
nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan tanpa adanya distraksi dari luar.
e. Tingkatkan hygene mulut.
Rasional : Hygene mulut dapat
meningkatkan nafsu makan sehingga keadekuatan nutrisi
dapat tercapai.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
memberikan diet tinggi energi dan protein.
Rasional: Memberikan asupan nutrisi tinggi energi dan tinggi protein akan meningkatan pertumbuhan.
Rasional: Memberikan asupan nutrisi tinggi energi dan tinggi protein akan meningkatan pertumbuhan.
g.
Diagnosa VII
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tingggi badan.
Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalaam aktivitas Yang sesuai
dengan usia dengan kriteria hasil :
·
Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
·
Anak melakukan aktivitas sesuai usia.
·
Anak tidak mengalami isolasi sosial.
a.
Intervensi Keperawatan :
a. Beri
diet tinggi nutrisi yang seimbang.
Rasional:
diharapkan dengan konsumsi diet tinggi nutrisi pertumbuhan yang adekuat
tercapai.
b. Pantau
tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan
Rasional:
untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dorong
aktivitas yang sesuai usia.
Rasional:
melalui aktivitas yang sesuai misalnya bermain, diharapkan klien dapat tumbuh
dan berkembang semampunya.
d. Tekankan
bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang
lain.
Rasional:
sosialisasi merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak
e. Izinkan
anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.
Rasional:
Memberikan kesempatan anak berkreativitas dalam melakukan aktivitas sesuai
usia.
h.
diagnosa VIII
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan kecemasan hilang/ berkurang, dengan kriteria hasil:
·
Keluarga mampu memahami perasaan nya
menyatakan cemas berkurang.
·
Keluarga memahami mengenai prosedur
tindakan yang diberikan.
a.
Intervensi Keperawatan :
a.
Bantu keluarga mengekspresikan perasaan
marah, kehilangan ataupun cemas.
Rasional : Cemas berkelanjutan mempengaruhi kesehatan anak.
Rasional : Cemas berkelanjutan mempengaruhi kesehatan anak.
b.
Observasi tanda verbal dan nonverbal
kecemasan, berikan penjelasan kepada keluarga bahwa kecemasan yang ditunjukkan
kepada anak akan mempengaruhi psikologi anak.
Rasional : Reaksi
verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
c.
Hindari konfrontasi.
Rasional : Konfrontasi
dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
d. Mulai
lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Berikan lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
Rasional : Mengurangi
rangsangan eksternal yang tidak perlu.
e.
Orientasikan keluarga terhadap prosedur
rutin dan aktivitas yang diharapkan. Berikan informasi yang akurat mengenai
penyakit serta tindakan yang pengobatan yang dilakukan.
Rasional : Orientasi
informasi dapat menurunkan kecemasan.
i.
Diagnosa IX
Setelah diberikan asuhan keperawatan
klien tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
·
Anak bebas dari infeksi .
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi
a.
Intervensi Keperawatan :
a. Hindari
kontak dengan individu yang terinfeksi.
Rasional
: Meminimalisir terjadinya infeksi.
b. Pantau
tanda-tanda vital.
Rasional
: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
c. Beri
istirahat yang adekuat.
Rasional
: Istirahat yang mencukupi dapat membantu menuningkatan imunitas tubuh.
d. Beri
nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
Rasional
: Dengan adanya asupan nutrisi yang adekuat atau optimal dapat meningkatkan
sistem imun sehingga dapat mencegah timbulnya
j.
Diagnosa X
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan klien bebas dari cedera dengan kriteria hasil :
·
Klien tidak mengalami cedera.
·
Menunjukkan perilaku yang mampu
menghindari aktivitas-aktivitas yang menghindari cedera.
a.
Intervensi Keperawatan :
a. Berikan
keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan keamanan di sekitar klien.
Rasional : Meningkatkan keamanan di sekitar klien.
b. Pertahankan
tirah baring selama fase akut. Gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya
keadaan.
Rasional
: Menurunkan resiko terjatuh / trauma
c. Atur
lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan
kecelakaan.
Rasional : Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
Rasional : Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
d. Awasi
/ temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasional
: Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan
k.
Diagnosa XI
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan komplikasi dapat dihindari, dengan kriteria hasil:
·
AGD menunjukkan hasil dalam batas
normal.
·
Irama dan frekuensi pernafasan teratur.
a.
Intervensi Keperawatan.
a. Pantau
tanda-tanda ketidakseimbangan asam-basa:
·
AGD
·
Peningkatan dan ketidakteraturan nadi
serta tanda-tanda peningkatann frekuensi pernafasan.
·
Perubahan status kesadaran.
Rasional:
Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya.
b. Evaluasi
efek posisi klien terhadap oksigenasi dan gunakan nilai AGD
Rasional
: Tindakan ini akan meningkatkan ventilasi abnormal.
c. Pantau
EKG
Rasional
:Hipoksemia sebagai pencetus terjadinya ketidakteraturan irama jantung.
d. Hindarkan
asap dan bau yang menyengat dari ruangan klien.
Rasional
: Iritasi daari saluran pernafasan dapat mengeksaserbasi gejala-gejala.
4. Evaluasi
a. Diagnosa I :
a. Diagnosa I :
a.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.
Melaporkan pemnurunan episode dipsnea
c.
Tidak
terjadi aritmia
d.
Denyut dan irama jantung teratur
b. Diagnosa II :
a. Pasien
tidak mengalami sesak
b. Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
•
suhu : 36-37,5 °C
•
nadi : 60-100 x/menit
•
RR: 16-20 x/menit
•
TD: 100-120 mmHg.
c.
Diagnosa III :
a. Tanda
tanda vital dalam batas normal
b. CRT
< 3 detik
d.
Diagnosa IV :
a. Pasien
tidak merasa kelelahan, kelemahan.
b. Tanda-tanda
vital dalam batas normal
e.
Diagnosa V :
a. Melaporkan
nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
b. Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
c. Wajah
klien tampak rileks.
f.
Diagnosa VI :
a. Intake
nutisi adekuat.
b. Peningkatan
berat badan.
g.
Diagnosa VII :
a. Anak
mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak
melakukan aktivitas sesuai usia.
c. Anak
tidak mengalami isolasi sosial
h.
Diagnosa VIII :
a. Keluarga
mampu memahami perasaannya, menyatakan cemas berkurang.
b. Keluarga
memahami mengenai prosedur tindakan yang diberikan.
i.
Diagnosa IX :
a. Anak
bebas dari infeksi.
b. Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
j.
Diagnosa X :
a. Klien
tidak mengalami cedera.
b. Menunjukkan
perilaku yang mampu menghindari aktivitas-aktivitas yang menghindari cedera.
k.
Diagnosa XI :
a. AGD
menunjukkan hasil dalam batas normal.
b. Irama dan frekuensi pernafasan teratur
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Pengertian
dari ASD
Atrial Septal Defect adalah adanya
hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium
kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka
adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara
serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena
kegagalan pembentukan sekat.
2. Penatalaksanaan
dari ASD
Bila pemeriksaan klinis dan
elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum atrium, maka
penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi
jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru,
serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari
10U/m² yang tidak responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan
defek septum atrium merupakan indikasi kontra.
a. Tindakan operasi
b. Pembedahan
c. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan
kateter.
3. Klasifikasi pada pasien dengan
kasus ASD
Berdasarkan
letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1.
Ostium
secundum :
merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada bagian
tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD
ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Keadaan ini
jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan
dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup segera
setelah kelahiran, namun pada beberapa orang hal ini tidak terjadi hal ini
disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum atrial yang
sejati.
2.
Ostium
primum :
kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan
berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian
atas. Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3.
Sinus
venosus :
Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena cava
superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan
kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan
dengan vena cava superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal
dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD
II.
3.2 Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk
memahami hal-hal yang berkaitan dengan jantung ASD/ VSD Sehingga dapat di
lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan
efisien .
Mahasiswa kesehatan sebaiknya
memahami dan mengetahui konsep. Atrium septum defek dan askep nya guna unttuk
mengaplikasikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan juga Perawat harus
memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD untuk dapat membantu orang tua dalam
menjalani pengobatan sehingga penyakit lebih berat dapat dihindari . serta Pelayanan
keperawatan dapat memberikan anjuran kepada orang tua untuk melalukan terapi
agar ASD/ VSD dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010 from: Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html
Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from: http://Id.Wikipedia.Org
Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC
Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Mutaqin,
Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.Jakarta:
Salemba Medika
Smeltzer,
Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3.
Jakarta :EGC
http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/02/askep-asd.html
diakses pada tanggal 14 april 2014, pukul 20.23 WIB.
http://kumpulanaskep-nurscommite.blogspot.com/p/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html
diakses pada tanggal 15 april 2014, pukul 23.45 WIB.
http://nandarnurse.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-defek-septum-atrial.html#axzz2yvBVMfNZ
diakses pada tanggal 16 april 2014, pukul 11.00 WIB.
http://yuliasafwati.blogspot.com/2013/05/makalah-asd.html
diakses pada tanggal 17 april 2014, pukul 11.22 WIB.
http://codenurman.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
diakses pada tanggal 18 april 2014, pukul 04.00 WIB.
http://medicastore.com/penyakit/908/Defek_Septum_Atrium_(ASD,_Atrial_Septal_Defect).html
diakses pada tanggal 19 april 2014, pukul 08.33 WIB.
http://sigit-rio-virnando.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses pada tanggal 20 april 2014, pukul 09.33 WIB.